Selamat Datang di Blog Program Bisnis dan Pemasaran SMK NEGERI 1 WAINGAPU Alamat Jl. Jend. Soeharto No.- Telp. (0387) 61829 - Waingapu - Kabupaten Sumba Timur - Provinsi Nusa Tenggara Timur - Indonesia
 

Iklan

Selasa, 09 September 2014

Cerpen : Gerakan Kecil Mencintai Bumi

0 komentar

‘’ GERAKAN KECIL MENCINTAI BUMI ‘’



          Siang itu terasa cerah. Walaupun demikian, sengatan terik matahari terus terasa di kota Waingapu. Namun, suasana tersebut tidak membuat Eza dan Andre yang sedang berjalan kaki sepulang sekolah kehilangan semangat. Eza dan Andre sama-sama bersekolah di SMP Negeri 2 Waingapu. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Selain itu, mereka juga satu kompleks perumahan.
    “Za, istirahat dulu yuk!” ujar Andre, saat tiba di dekat taman tempat biasa orang bersantai. Eza hanya mengangguk, yang menandakan dia setuju akan hal itu.
    “Sejuknya.” Kata Andre saat duduk bersandar di bawah pohon taman tersebut. Andre menarik nafas sekuat-kuatnya, kemudian melepasnya secara  perlahan. Eza hanya tertawa ketika melihat tingkah Andre
    “Sungguh menyenangkan ya, duduk di bawah pohon sambil menikmati angin sejuk! Ujar Eza sambil memandangi arus lalu lintas yang berjalan tertib.
    “Kamu benar Za. Rasanya, aku ingin berlama-lama disini.” Kata Andre sambil meregangkan kakinya yang lelah.
    “Jadi, nikmatilah suasana seperti ini. Karena jika hari sudah gelap, kita tidak akan bisa merasakan hal seperti ini.” tanggap Eza kemudian.
    “Apa maksudmu Eza? Bukankah di bawah pohon pada malam hari udaranya juga sejuk?” tanya Andre tidak mengerti. Eza hanya tersenyum dan berpaling ke arah Andre.
    “Memang sejuk Ndre, tapi itu tidak baik untuk kesehatan kita. Karena saat malam hari di bawah pohon, oksigen kita akan dihisap oleh daun pepohonan!” jelas Eza seraya bergaya seperti seorang guru yang sedang mengajari muridnya. Andre hanya mengangguk tanda mengerti. Karena hari sudah semakin siang, akhirnya mereka segera melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di pertigaan jalan, mereka akhirnya berpisah.
    Setiba di rumah, Andre langsung mengucapkan salam dan segera berlari menuju dapur dengan tubuh masih berseragam. Disitu, Andre melihat Ibunya sedang memasak.
    “Masak apa Bu?” tanya Andre sambil memperhatikan Ibunya yang sedang memasak.
    “Ini, tahu saus cabe. Makanan kesukaanmu kan?” tanya Ibu, sambil mengaduk kuah saus tersebut.
    “Ibu benar sekali! Apa masakan Ibu masih lama matangnya?” tanya Andre.
    “Sebentar lagi! Ganti baju dulu Ndre!”
    Setelah berganti pakaian, Andre kembali lagi ke dapur.
    “Andre buang sampah ini di bak penampungan sampah di pinggir jalan ya, agar mudah diangkut oleh petugas pembersih keliling!” ujar Ibu seraya memberikan plastik besar berwarna hitam yang berisi sampah.
    “Andre lelah Bu! Bagaimana, jika dibuang ke selokan saja? Kan, selokannya mengalir ke arah sungai, jadi bisa gampang dibersihkan!” jelas Andre sambil bermalas-malasan. Ibu hanya mengeleng-geleng. Lalu mematikan kompor.                                                           
    “Andre, kalau di buang ke selokan sampahnya akan menumpuk. Dan ketika sampahnya  telah menumpuk, itu dapat menjadi sarang penyakit. Jika sampah tersebut di alirkan ke sungai, dapat mengakibatkan banjir, yang berbahaya bagi kita!” Jelas Ibu. Andre hanya diam memikirkan apa yang dikatakan Ibunya.
    “Dan yang harus kamu tahu, hewan air yang hidup di sungai itu juga akan mati. Jadi, jika sungai tersebut telah tercemar  kita akan kesulitan mendapatkan air bersih!” jelas Ibu sekali lagi dengan suara yang lembut.
    “Oh, begitu ya Bu. Hal yang aku remehkan ternyata menimbulkan hal yang berbahaya. Kalau begitu, Andre pergi dulu ya Bu.” Kata Andre sambil bergegas pergi. Tiba-tiba, Ibu memanggil Andre yang sudah keluar dari halaman rumah.
    “Ada apa Bu?” tanya Andre heran.
    “Ingat, plastik hitamnya jangan dibuang!” kata Ibu sambil berlalu. Setelah melakukan apa yang diperintahkan Ibunya, Andre segera pulang ke rumah dan langsung menuju ke dapur sambil menenteng plastik hitam tadi.
    “Nah, sekarang kamu boleh makan. Tapi, cuci tangan dulu ya. Berikan plastik itu pada Ibu!” kata Ibu seraya menerima plastik tersebut dari Andre. Setelah selesai mencuci tangannya, Andre segera melahap makanannya yang tersedia di atas meja.
    “Mengapa plastik itu tidak dibuang saja Bu?” kata Andre sambil mengunyah makanannya.
    “Begini Ndre, plastik itu tidak dapat diuraikan oleh mikrooganisme tanah. Jadi, penggunaan plastik yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran tanah. Oleh karena itu, kita harus mengurangi pemakaian yang berbahankan plastik.” jelas Ibu.
    “Oh, begitu ya Bu. Tapi, sampah plastik juga dapat dimanfaatkan Bu.” Kata Andre sambil mengunyah.
    “Tentu saja. Ibu yakin, kamu pasti tahu caranya. Tapi, teruskan dulu makanmu. Tidak baik makan sambil berbicara.” kata Ibu menyarankan.
    Andre menyadari bahwa dia sedang makan. Masakan Ibunya, memang selalu enak. Jadi, tidak heran apabila Andre makan dengan lahap. Sampai tidak sadar, Andre telah menambah nasinya. Melihat anaknya sudah selesai makan, barulah Ibu melanjutkan pembicaraanya.
    “Oh ya Ndre, sepertinya Ibu punya ide untuk menambah kreativitasmu melalui barang bekas.” Kata Ibu sambil membereskan alat masaknya.
    “Ah, Andre tahu Bu. Pasti menggunakan plastik bekas kan Bu?” tanya Andre menebak.
    “Nah, kamu sudah tahu. Jadi, tunggu apalagi?” kata Ibu sambil tersenyum.
    “Baiklah Bu. Andre ke rumah Eza dulu ya.” Kata Andre seraya berlalu dari hadapan Ibunya.



***


    Sesampainya di rumah Eza, Andre segera memberitahukan apa yang telah direncanakannya. Eza setuju. Dan akhirnya, mereka segera pergi ke bak sampah di pinggir jalan. Mereka mengambil botol-botol plastik untuk membuat hiasan. Setelah mengambil apa yang diperlukan, mereka segera bekerja dengan benda tersebut.
    “Nah, ini hasil karyaku yang pertama!” kata Eza bangga sambil memperlihatkan karyannya pada Andre.
    “Wah, hiasan yang bagus!” puji Andre. “ Baiklah, akan ku buat yang lebih bagus.”
    Eza hanya tertawa melihat sikap Andre yang tekun berusaha untuk membuat hiasan tersebut. Satu jam kemudian, mereka akhirnya selesai membuat hiasan dari botol-botol plastik, yang berjumlah 38 buah. Mereka cukup puas dengan hasil yang mereka capai. Hiasan dari plastik tersebut, akan mereka gunakan untuk menghias setiap bingkai jendela di kelas mereka.

    Besoknya di sekolah, Eza dan Andre sengaja datang lebih pagi dari biasanya agar dapat melaksanakan rencana mereka. Akhirnya, mereka dapat mengerjakan rencana mereka dengan baik. Anak-anak yang datang pun, dibuat tercengang. Ketika pelajaran akan dimulai, Eza menyenggol Andre yang duduk di sampingnya.
    “Menurutmu, bagaimana pendapat Bu Eni saat melihat kelas kita?” tanya Eza. Andre mulai berpikir sambil melirikkan matanya ke semua arah.
    “Aha, aku tahu! Pasti beliau akan bangga pada kita!” tebak Andre bersemangat. Percakapan mereka akhirnya terhenti karena, Bu Eni, guru Bahasa Indonesia yang sekaligus wali kelas mereka datang.
    “Selamat pagi anak-anak!” sapa Bu Eni.
    “Selamat pagi Bu!” kata anak-anak serentak. Bu Eni melihat ke seluruh ruangan kelas sambil tersenyum.
    “Tampaknya, ada yang berbeda dari kelas ini?” tanya Bu Eni menyelidiki. Andre dan Eza hanya tersenyum. Karena, merekalah yang melakukan semua itu.
    “Andre dan Eza yang melakukannya, Bu.” seru Viola dari belakang bangku Andre dan Eza. Bu Eni tersenyum bangga pada mereka.
    “Andre, Eza terimakasih karena kalian telah menuangkan hasil kreativitas kalian untuk memperindah kelas ini. Ibu bangga pada kalian. Jadi, tidak salahnya jika, kalian berdua bekerjasama dengan teman lainnya untuk mewujudkan rencana yang akan kalian lakukan.” jelas Bu Eni seraya melipat kedua tangannya, yang merupakan gaya khasnya saat berbicara. Andre dan Eza mengangguk mengerti. Setelah itu, mereka melanjutkan pelajaran.
    Waktu istirahat adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa. Biasanya, waktu itu digunakan anank-anak untuk bermain atau membeli makanan yang tersedia di kantin sekolah. Kalau masih belum puas dengan jajanan yang tersedia di kantin sekolah, biasanya anak-anak membeli jajanan yang dijual di sebelah luar pagar sekolah. Seperti biasa, setelah kegiatan anak-anak terhenti karena bunyi bel,  seluruh bagian kantin dan samping pagar sekolah penuh dengan sampah yang berceceran.
Andre yang telah menyadari betapa pentingnya lingkungan yang sehat itu, lalu menegur temannya Dewi yang saat itu sedang membuang sampah sembarangan.
    “Dewi, mengapa kamu membuang sampah sembarangan? Bukankah sekolah kita telah menyediakan bak sampah?” tegur Andre dengan sopan.
    “Semua bak sampah sudah penuh. Lagian, lihat saja Ndre. Sekolah kita berceceran dengan sampah . Jadi, aku buang saja ke sembarang tempat.” kilah Dewi.
Andre bingung mengatakan apa. Karena semua bak sampah di sekolahnya, sudah penuh dengan sampah. Akhirnya, Andre berlalu begitu saja dari hadapan Dewi tanpa mengatakan apa-apa. Dewi yang ditinggalkan hanya bingung sendiri dan segera masuk ke kelas. Karena, bel masuk sudah berlalu selama lima menit.


***
    Sepulang sekolah, seperti biasanya Andre dan Eza pulang bersama-sama. Andre menceritakan apa yang menjadi kebingungannya pada Eza.
    “Wah, sekarang kamu jadi lebih peduli  ya, pada lingkungan!” puji Eza.
    “Yah, begitulah. Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Andre yang masih bingung mencari penyelesaian masalah tersebut.
    “Hal yang mudah. Tapi, kita harus membuat kelompok dulu yang terdiri dari lima orang!” jelas Eza.
    “Untuk apa Za?” tanya Andre penasaran.
    “Nanti akan kujelaskan, setelah kelompok kita terbentuk.” Kata Eza membuat Andre semakin penasaran
    Akhirnya, mereka memutuskan untuk memilih Sandra, Didi, dan Viola untuk menjadi anggota kelompok mereka. Tetapi, hal tersebut belum sah. Karena belum ada persetujuan dari mereka yang akan dipilih. Setelah mengutarakan maksud pembentukan kelompok tersebut, akhirnya mereka setuju.
    “Nah, sekarang kelompok kita sudah terbentuk. Kita akan membahas mengenai masalah kebersihan di sekolah kita.” jelas Eza.
    “Seperti yang kita lihat di sekolah, sampah selalu berceceran setiap jam istirahat berakhir. Sampah-sampah tersebut, dibiarkan menumpuk jika dibersihkan. Jadi, semakin hari sampah yang menumpuk akan semakin banyak.” jelas Andre.
    “Nah, aku sudah tahu permasalahannya. Bagaimana caranya agar dapat memusnahkan sampah yang ada di sekolah kita?” tebak Viola.
    “Tepat sekali!” kata Andre sambil mengancungkan jempolnya pada Viola.
    Akhirnya, mereka merumuskan masalah tersebut dan memutuskan untuk memberitahukan hal tersebut pada Bu Eni agar dapat ditindaklanjuti.
    Esoknya  di sekolah, mereka berlima segera menemui Bu Eni di kantor guru. Mereka memberitahukan apa yang menjadi permasalahannya.
    “Ibu mengerti apa yang kalian rasakan sebagai murid di sekolah ini. Jadi, apa yang akan kalian lakukan?” tanya Bu Eni. Mereka bungkam.  Tak ada yang berani bicara. Akhirnya, viola langsung angkat bicara.
    “Bu, kami ingin usul kami ini disampaikan pada Bapak Kepala Sekolah. Kami ingin seluruh siswa turut berpartisipasi dalam kegiatan pembersihan lingkungn sekolah.” jelas Viola memberanikan diri. Bapak Kepala Sekolah yang kebetulan lewat, menghampiri mereka.
    “Ada apa  anak-anak kalian berkumpul disini?” tanya Bapak Kepala Sekolah pada mereka. Anak-anak tak berani bicara pada Bapak Kepala Sekolah. Karena mereka takut untuk memberitahukan hal tersebut. Akhirnya, Bu Eni yang memberitahukan hal tersebut pada Bapak Kepala Sekolah. Sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana, Bapak Kepala Sekolah tersenyum sambil mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bu Eni.
    “Baiklah anak-anak. Sebenarnya, Bapak sering memperhatikan sampah-sampah yang menumpuk  di sekolah ini. Namun, saat ini Bapak masih fokus terhadap pembangunan gedung sekolah baru yang saat  ini hampir selesai. Jadi, bagaimana penjelasan rencana kalian selanjutnya?” tanya Bapak Kepala Sekolah kemudian.
     “Terimakasih Pak telah menghargai rencana kami. Begini Pak, sebaiknya kita  meluangkan satu hari untuk membersihkan sekolah kita. Karena, sampah yang menumpuk sudah semakin banyak. Hal itu dapat  kita atasi  dengan adanya kerjasama antara warga  sekolah!” jelas Eza.
    “Dan menurut saya Pak, sampah tersebut juga dapat kita manfaatkan. Misalnya, kita memisahkan sampah organik dan non organik. Contohnya, sampah organik seperti daun-daunan yang dapat kita  olah menjadi pupuk kompos  alami. Sedangkan, sampah non organik seperti plastik-plastik, dapat kita jual maupun dibuat menjadi suatu karya seni.” tambah Andre kemudian.
    Bapak Kepala Sekolah mengangguk-angguk. Ia juga merasa heran, ternyata masih ada anak-anak yang peduli terhadap lingkungan.
    “Benar Pak. Seperti yang ada di kelas VIII A, anak-anak murid saya membuat hiasan bingkai jendela dari  botol-botol plastik bekas. Ini dapat meningkatkan kreativitas  anak anak-anak Pak.” jelas Bu Eni kemudian.
   “Baiklah, saya akan menindaklanjuti hal ini segera.” jelas Bapak Kepala Sekolah dengan tegas. Anak-anak mengucapkan terimakasih kepada Bapak  Kepala Sekolah.
    Pada jam pulang sekolah, seluruh siswa berkumpul di depan ruangan guru karena akan ada pengumuman yang akan diberitahukan Bapak Kepala Sekolah.
    “Selamat siang anak-anak.” salam Bapak Kepala Sekolah.
    “Selamat siang Pak.” jawab seluruh siswa serempak.
    “Besok kita akan melakukan kerja bakti untuk membersihkan sekolah. Jadi, bawalah alat-alat yang dapat digunakan untuk bekerja. Selamat siang dan terimakasih.” jelas Bapak Kepala Sekolah dengan singkat, karena ia tahu para siswa sudah lapar dan haus. Anak-anak membalas salam Bapak Kepala Sekolah seraya berhamburan pulang.



***
    Esok harinya, seluruh siswa SMP N 2 Waingapu berkumpul di tempat yang sama seperti kemarin siang. Bapak Kepala Sekolah menjelaskan dan mengarahkan apa yang akan dilakukan pada saat bekerja membersihkan lingkungan sekolah.
    Akhirnya, para siswa mulai bekerja yang dipandu oleh Pak Budi, Bu Eni, dan guru lainnya. Seluruh sisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok putri dan kelompok putra.
    Kelompok putra bertugas untuk mengumpulkan sampah di seluruh lingkungan sekolah, agar dapat dipisahkan oleh kelompok  putri menjadi sampah  organik dan non oranik. Setelah dipisahkan, sampah tersebut akan  diolah sesuai jenisnya.

    Kelompok Putri bekerja dengan semangat. Mereka membagi kelompok mereka dalam dua bagian lagi, yaitu kelompok 1 bertugas untuk mengolah  sampah plastik menjadi hiasan, vas bunga, tas, dan lain-lain yang dibimbing oleh Bu Elsye. Hasil dari pekerjaanbersebut akan dibagikan secara merata ke seluruh kelas. Sedangkan, kelompok 2 bertugas untuk mengolah sampah organik yang dibimbing oleh Pak Karno. Pertama, mereka mengumpulkan sampah dedaunan yang  sudah tua kedalam karung yang cukup besar, dan mencampurnya dengan tanah. Lalu, karung tersebut diikat dengan tali dan akan dibiarkan selama beberapa hari, agar dedaunan dapat hancur dengan baik.
   Tak kalahpun kelompok putra, mereka bekerja sambil bernyanyi agar dapat menambah semangat saat bekerja. Mereka juga membakar sampah-sampah yang tidak dapat diolah. Tidak terasa pekerjaan para siswa telah selesai, tepat jam 11 siang.
    Akhirnya, anak-anak pulang ke rumah dengan rasa  puas. Karena, berkat kerjasama mereka dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Terlebih untuk Eza, Andre, Sandra, Viola, dan Didi. Mereka sangat bangga, karena Bapak Kepala Sekolah telah memenuhi permintaan mereka.
    Setibanya di rumah, Andre tak lupa mengucapkan  salam dan segera berganti pakaian. Sambil menunggu masakan Ibunya matang, Andre keluar menghampiri Bapaknya yang sedang membelah kayu bambu.
    “Apa yang sedang Bapak kerjakan?” tanya Andre seraya mengambil kue pisang yang ada di piring dekat Bapaknya.
    “Ini, Bapak sedang membuat pagar pembatas untuk pohon yang akan Bapak tanam.” jelas Bapak, masih sambil meneruskan pekerjaanya.
    “Ini pohon apa Pak?” tanya Andre sambil mengambil pohon yang masih muda yang akan di tanam Bapaknya.
    “Ini namanya pohon angsana, Ndre! Pohon ini sangat baik untuk mencegah pencemaran udara, seperti yang ditimbulkan oleh asap rokok, asap kanalpot kendaraan, dll.” jelas Bapak.
    Andre lalu teringat akan Ibunya. Andre merasa Bapak dan Ibunya mempunyai bakat untuk menjadi seorang guru. Karena ia merasa seperti berhadapan dengan seorang guru, saat kedua orangtunya memberi penjelasan padanya.
    “Mengapa melamun Ndre?” tanya Bapak mengagetkan lamunan Andre.
    “Ah, tidak Pak. Saya hanya merasa Bapak dan Ibu mempunyai bakat menjadi seorang guru.” kata Andre sambil tersenyum. Bapak hanya tertawa terpingkal-pingkal mendengar perkataan Andre.
    “Andre, Andre. Kamu ini aneh-aneh saja. Tentulah Bapak mengetahui hal itu, karena dulu Bapak juga bersekolah.” jelas Bapak sambil menggelengkan kepalanya.
Mereka tertawa bersama-sama di bawah pohon yang rindang sambil menikmati sepiring pisang goreng. Tiba-tiba datanglah Ibu sambil membawa ceret dan gelas.                “Kalian ini, tertawa saja. Minum dulu airnya, supaya lebih segar!” kata Ibu sambil menuangkan air ke dalam gelas. Bapak dan Andre meneguk air tersebut dengan lahap, lalu kembali bekerja.
    “Nah, sekarang pohon ini sudah tertancap dalam tanah!” kata Bapak dengan puas.
    “Iya Pak. Lima pohon sudah selesai ditanam!” jawab Andre seraya menggigit pisang goreng lagi karena perutnya sudah sangat lapar.
    “Tapi ingat, pohon ini harus kamu rawat dengan baik, karena jika kelak pohon ini telah dewasa, akan sangat berguna bagi  kita.” nasihat Bapak.
    “Baik Pak.” jawab Adre mengerti.
    “Dan kamu juga harus merawat semua tanaman yang ada di rumah kita. Karena tumbuhan dapat mencegah terjadinya pencemaran udara. Itu adalah tanggung jawabmu.” kata Bapak lagi.
Andre mengangguk mengerti. Ketika masakan Ibu telah matang, Bapak dan Andre bergegas untuk mencuci tangan, lalu makan siang bersama.


***


    Pada pagi harinya, Andre dan Eza tampak bersemangat untuk segera berangkat ke sekolah. Karena, sekolah mereka pada saat itu akan tampak berbeda setelah dibersihkan pada hari kemarin.
    “Za, santai saja jalannya. Hari masih pagi.” kata Andre sambil berjalan beriringan dengan Eza.
    “Bukannya takut lambat, Ndre. Aku hanya terlalu bersemangat untuk segera tiba di sekolah.” kata Eza seraya mengurangi kecepatan jalannya.
    “Oh, begitu. Aku juga tak sabar untuk itu.” tanggap Andre kemudian.
    Setibanya di sekolah, suasana tampak sanagt berbeda. Anak-anakpun lebih nyaman saat melakukan kegiatan di sekolah.
Pada saat istirahat pertama, terlihat Andre, Eza, Didi, Viola, dan Sandra sedang berbincang-bincang seraya mengunyah beberapa gorengan.
    “Senangnya, kebersihan di sekolah kita mulai ada peningkatan ya!” kata Eza sambil tersenyum pada teman-temannya.
    ”Tentu dong. Karena para siswa lainnya telah menyadari betapa pentingnya kebersihan lingkungan itu” sahut Viola.
    “Betul, jadi kita lebih nyaman saat berada di sekolah.” kata Dewi tidak mau kalah dengan pendapat teman-temannya.
    “Mudah-mudahan, sekolah kita akan selalu terjaga kebersihannya!” kata Didi.
    “Setelah berkeliling, saya rasa masih ada yang kurang di sekolah kita ini.” kata Andre.
    “Apa lagi Ndre?” tanya Sandra. “Rencana kegiatan pembersihan lingkungan sekolah sudah terwujud, sekarang apa lagi keinginanmu?” tanya Sandra masih penasaran.
    “Saya ingin, sekolah kita memiliki pohon pelindung.” jelas Andre.
    “Nah, apa sudah kamu pikirkan dimana tempat yang cocok untuk menanamnya?” tanya Viola kemudian.
    “Menurutku, sebaiknya pohon itu ditanam di pinggir areal sekolah.” kata Andre kemudian.
    “Baiklah, nanti akan kita usulkan hal ini kepada Bapak Kepala Sekolah.” kata Eza kemudian.
Bel tanda masuk menghentikan percakapan mereka. Setelah membayar, mereka meninggalkan kantin sekolah.


***


    Ternyata rencana mereka disetujui oleh Bapak Kepala Sekolah. Apalagi yang mengusulkan itu adalah Pak Karno. Gaya bicara guru muda itu sangat meyakinkan. Anak-anak telah membicarakan hal ini dengan Pak Karno. Jadi, segala sesuatu mengenai bahan yang diperlukan sudah dipertimbangkan dengan baik dan telah dikonsultasikan dengan Bapak Kepala Sekolah.
    Hasil keputusan dari Bapak Kepala Sekolah adalah, biaya untuk penanaman dan perawatan tanaman tersebut akan ditanggung oleh pihak sekolah, mulai dari pembelian pupuk, ongkos pembawa bibit, dan pembuatan pagar pembatas.
    Pohon-pohon pelindung tersebut akan didapatkan secara cuma-cuma dari Dinas Pertanaman Kota. Pohon yang akan ditanam anak-anak tidak banyak, hanya 6 pohon. Semuanya akan ditanam di pinggir areal sekolah, sesuai rencana.
    Untuk rencana ini, Bapak Kepala Sekolah menunjuk Pak Karno sebagai pemimpin dan dibantu oleh Andre dan teman-temannya. Andre hanya memilih teman-teman yang bersedia ikut bekerja bakti untuk rencana tersebut, karena anak-anak yang lainnya memiliki rencana yang lain pada hari minggu. Anak-anak yang bersedia mengikuti kerja bakti adalah Andre, Didi, Eza, Rio, Diky, Susi, Viola, dan Sandra.

    Pada hari minggu yang cerah, Pak Karno dan anak-anak lainnya telah berkumpul di sekolah tepat jam 7 pagi untuk bekerja bakti. Pak Karno mulai membagi-bagikan tugas pada anak-anak, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Andre dan kelompok Viola.
    Kelompok Andre bertugas untuk menggali lubang dan menanam pohon, yang di bantu oleh Pak Karno. Sedangkan, kelompok Viola bertugas untuk membuat pagar pembatas, menyiramnya dengan air, serta memupukinya dengan pupuk yang telah tersedia. Kelompok Viola akan dibantu oleh Pak suryo, penjaga sekolah mereka.
    Mereka semua bekerja dengan semangat, hingga pekerjaan mereka selesai tepat jam 10 pagi. Sehabis bekerja tentu mereka merasa lapar. Untungnya, Pak Suryo telah menyiapkan makanan untuk disantap bersama. Anak-anakpun makan dengan lahapnya.
    Sambil makan mereka berbincang-bincang mengenai hasil pekerjaan mereka.
    “Syukurlah, pekerjaan kita sudah selesai. Semoga pohon ini akan selalu dalam keadaan baik!” kata Andre sambil mengunyah makanan yang masih di mulutnya.
    “Mudah-mudahan, apa yang kita cita-citakan ini benar-benar dapat terwujud!” kata Didi tidak mau kalah.
    “Tentu, asalkan kita bisa menjaga keselamatannya dari tangan-tangan jahil.” sambung Sandra.
Pak Karno dan Pak Suryo hanya tersenyum mendengar perbincangan mereka.
    “Oh ya, bagaimana kalau kita membuat papan slogan untuk ditempelkan di pohon depan sekolah kita?” usul Andre kemudian.
Pak Karno tersenyum. “Ide kamu aneh-aneh saja Ndre! Kira-kira bagaimana jelasnya rencanamu?”
Setelah meneguk minumannya, barulah Andre menjawab. “Jadi, saya ingin agar di depan sekolah kita terdapat papan slogan mengenai arti pentingnya kesadaran dalam mencintai dan melindungi bumi kita ini!” jelas Andre.
    “Bapak setuju dengan idemu. Tapi, tulisan apa yang akan kita muat nanti dalam papan slogan itu?” tanya Pak Karno.
    “Itulah yang akan kita rumuskan Pak.” kata Andre sanbil mengipas tubuhnya yang kepanasan dengan koran bekas.
   “Dan satu lagi, kita juga harus mempertimbangkan biaya pembuatannya.” sambung Rio.
    “Kamu benar Rio. Jadi, kapan hal ini akan kita rumuskan?” tanya Didi kemudian.
    “Sekarang adalah waktu yang tepat saat kita berkumpul.” jawab Diky.
    “Menurutku, sebaiknya kita memuat tulisan yang berhubungan dengan kegiatan yang sedang kita lakukan.” usul Eza.
    “Bapak setuju. Jadi, bagaimana ide kalian anak-anak?” tanya Pak Karno.
Suasana seketika mulai hening. Anak-anak mulai berpikir.
    “Aha, aku tahu tulisan yang tepat yaitu, GERAKAN KECIL MENCINTAI BUMI. Apakah kalian setuju?” seru Eza dengan lantang.
Semua orang setuju dengan usul Eza. Jadi, rencana tersebut akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Bapak Kepala Sekolah. Karena tak ingin menunda rencana tersebut, Pak Karno segera menghubungi Bapak Kepala Sekolah, dan akhirnya beliau  setuju akan hal tersebut.
    Saat akan bekerja, anak-anak bingung mendapatkan semua bahan dan peralatan untuk pembuatan papan slogan tersebut. Pak Suryo yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka, diam-diam telah menyiapkan semua keperluan mereka dalam mewujudkan rencana tersebut. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari dalam gudang sekolah. Anak-anakpun sangat gembira dan segera bekerja.
    Pekerjaan tersebut mereka kerjakan secara bersama-sama, agar dapat menjaga kekompakan mereka sebagai sebuah tim, mulai dari pengukuran papan slogan, pengecatan, dan sampai pada proses akhirnya yaitu penempelan papan slogan yang dipakukan pada pohon beringin depan sekolah.
    Setelah selesai, anak-anak tak henti-hentinya memandangi papan slogan tersebut. Ada rasa bangga dan kepuasan dalam diri mereka, karena dapat membuat sesuatu yang bermanfaat buat orang lain dan diri mereka sendiri untuk lebih mencintai bumi melalui hal-hal kecil. Setelah membereskan semua alat dan bahan yang digunakan ke dalam gudang, mereka semua segera pulang ke rumah.

     Esoknya pada hari senin, seperti biasa sekolah mengadakan upacara. Semua kelas sibuk mengatur barisannya. Andre dan teman-teman, langsung mengikuti barisan mereka yang terletak di sebelah paling kanan. Para guru dan kepala sekolah telah hadir, kemudian pemimpin upacara segera menyiapkan dengan suara lantang.
    Acara demi acara telah diikuti oleh peserta upacara. Dan tibalah, giliran Bapak Kepala Sekolah untuk menyampaikan pidatonya.
    “Murid-muridku yang saya kasihi dan guru-guru yang saya hormati, Syalom bagi kita semua!” tutur Bapak Kepala Sekolah dengan lugas.
    Peserta upacara serempak menjawab: “Syalom!”
“Seperti apa yang kita ketahui, di sekolah kita ada suatu hal yang baru, yang mungkin kalian juga melihatnya. Di sekitar kita telah ditanami pohon pelindung. Kebetulan yang menanamnya adalah teman-temanmu sendiri. Dan mereka juga yang telah membuat papan slogan yang terpampang di depan sekolah kita.” kata kepala sekolah sambil tersenyum.
    Mendengar hal itu, dada Andre terasa berdesir.
    “Tindakan ini jarang sekali menjadi pemikiran murid-murid yang lalu. Baru kali inilah ada siswa yang berani mengemukakan suatu ide demi sekolahnya. Ide itu bukan untuk  kepentingan diri sendiri, tetapi demi kebaikan dan kesehatan kita bersama.
    Untuk itu, pada kesempatan ini, murid-murid yang telah menyumbangkan pikiran dan juga tenaganya demi sekolah kita, akan mendapat sebuah penghargaan.!” jelas Bapak Kepala Sekolah.
    Serentak, semua peserta upacara bertepuk tangan, dan Bapak Kepala Sekolah melanjutkan pidatonya.
    “Teman-teman yang telah berjasa bagi sekolah ini, akan Bapak sebutkan satu per satu. Mereka adalah Andre, Eza, Didi, Rio, Diky, Viola, Sandra, dan Susi. Atas jasanya yang sangat besar bagi sekolah kita ini, maka mereka akan mendapatkan hadiah penghargaan, berupa sejumlah uang untuk beasiswa.”
    Kembali yang hadir dalam upacara, bertepuk tangan.
    “Semoga, dengan hal ini para siswa dapat terdorong untuk membuat sesuatu yang berguna bagi sekolah. Jadi, jangan malu untuk mengungkapkannya.” ucap kepala sekolah sambil tersenyum.
    Setelah memberi pengarahan pada peserta upacara, Bapak Kepala Sekolah menutup pidatonya dan mengucapakan salam.
    Setelah seluruh barisan bubar, para siswa segera mesuk ke kelas. Pada hari itu, nama Andre dan kawan-kawan menjadi terkenal. Mereka juga tak menyangka, ternyata kegiatan mereka selama ini selalu diikuti oleh sekolah.



S E L E S A I






















B I O D A T A


Nama                           : Elsye Yurike Lalupanda
Kelas                           : VIII A
Usia                             : 14 tahun
Nama sekolah              : SMP Negeri 2 Waingapu
Alamat Sekolah           : Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT
                                      Jln. Majapahit
Nomor Telpon             : 0852 319 454 33
Alamat Rumah            : Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT
                                      Jln. Umbu Tunggu bili No.1( TK Matawai Amahu )





0 komentar:

Posting Komentar